Kisah Indra, Bocah Penderita Penyakit Langka Asal Cikedal


Muhammad Indra Pratama (6) beserta ibunya, Muanah ditemui dirumah orangtuanya di Kampung Rengat Girang, Desa Karyasari, Kecamatan Cikedal, Kabupaten Pandeglang, Banten pada Kamis (18/01/2018).

KRAKATAURADIO.COM, CIKEDAL - Muhammad Indra Pratama (6) atau Indra yang lahir 19 Mei 2012 anak pertama dari Yayan Indriana (34) dan Muanah (30) menderita penyakit langka. Berdasarkan penuturan pihak keluarga, Indra menderita penyakit Renal Tubular Acidosis (RTA).

RTA adalah suatu penyakit ginjal (renal) khususnya pada bagian tubulus renasisnya. Menurut sejumlah literatur ilmiah bidang kesehatan, penyakit RTA ini memang tergolong penyakit langka. Selain itu Indra juga divonis flek paru-paru dan gizi buruk.

Meskipun sudah berumur 6 tahun, namun kondisi Indra saat ini belum dapat berjalan dan berbicara selayaknya anak kecil pada umumnya. Berat badannya pun hanya 10 kg. Bahkan untuk minum susu dan minum obat, harus ditampung disebuah tabung suntikan yang disambung oleh selang kecil dan dimasukan ke dalam lubang hidung Indra.

Sang ibu, Muanah mengatakan, kondisi Indra sudah berlangsung sejak bayi. Ia menceritakan, sejak lahir sampai dengan 3 bulan, kondisi Indra masih normal. Namun, sampai berumur 3 bulan gejala penyakit tersebut muncul.

“Dari awal si dede (Indra) itu dari pas lahir itu 3 hari udah kuning, kata dokter kurang cairan. Kalau lahirnya normal (beratnya) 2.8 kg. Setelah itu agak gemuk, pas parah-parahnya itu 3 bulan. 3 hari 3 malam gak masuk apa-apa, panas, terus gak minum apa-apa, ASI juga gak masuk,” ujar dia saat ditemui dirumahnya beralamat di Kampung Rengat Girang, RT 01 RW 06 Desa Karyasari, Kecamatan Cikedal, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten.

Indra saat berumur 2 tahun sebelum dirujuk ke Rumah Sakit Anak dan Bunda (RSAB) Harapan Kita.
Muanah menambahkan, berbagai pengobatan sudah dilakukan pihak keluarga, mulai dari membawa ke Puskesmas hingga Rumah Sakit maupun pengobatan alternatif.

“Terus berobat bulak balik ke Pandeglang, pas dari situ umur 2 tahun baru dirujuk ke Harkit (Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita,red) nyampe sekarang,” tambah dia.

Sejak umur 2 tahun sampai sekarang, Indra berobat jalan di Rumah Sakit Anak dan Bunda (RSAB) di kawasan Slipi, Jakarta Barat. Namun, meskipun biaya pengobatan sudah dijamin oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, namun pihak keluarga mengaku kewalahan untuk menutupi biaya berobat dan keperluan lainnya seperti membeli obat diluar yang biayanya tidak murah.

“Kalau ke Harkit itu kalau gak pegang uang 2 juta sampe 3 juta itu gak berangkat, kan biaya hidup juga, banyak yang dibeli,” kata dia.

Ayah Indra sendiri bekerja sebagai guru honorer di salah satu Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kecamatan Sobang, Kabupaten Pandeglang, yang menerima pendapatan per tiga bulan sekali sejak tahun 2005, dan sang ibu memutuskan berhenti mengajar untuk fokus mengurus Indra.

“Bapaknya kerja di SMP Sobang guru honor, gaji tidak tentu kan 3 bulan sekali. Kalau saya sekarang (ngajar) di MDTA di kampung pendapatan sebulan Rp 50.000. Dulu di MTS Suryaneun sama di Pamatang,” imbuh dia.

Dalam seminggu, diperlukan biaya minimal Rp 250.000 untuk membeli kebutuhan penunjang. Selain itu setiap perbulan, dibutuhkan biaya berobat jalan dan transfusi darah.

“Harapannya mudah-mudahan ada rezekinya ada yang membantu supaya normal dan bisa terus berobat ke Harkit. Saat ini belum bisa jalan, belum bisa duduk. Baru bisa ngomong ayah, mamam,” ujar dia sambil menahan tangis. (Mudofar)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.