Harga BBM Naik, Akademisi Nilai Sektor Ekonomi Paling Kena Dampak

Akademisi UNMA Banten, Said Arian.

KRAKATAURADIO.COM, PANDEGLANG - Pemerintah akhirnya mengambil keputusan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) naik. Harga BBM terbaru yang dijual Pertamina mulai berlaku per Sabtu 3 September 2022, pukul 14.30 WIB.

 

Harga Pertalite mengalami kenaikan jadi Rp 10.000 per liter dari sebelumnya Rp 7.650 per liter. Solar naik menjadi Rp 6.800 dari Rp 5.150 per liter, dan Pertamax naik menjadi Rp 14.500 dari Rp 12.500 per liter.

 

Menanggapi hal ini, akademisi dari Universitas Mathla'ul Anwar (UNMA) Banten, Said Arian mengatakan, gelagat kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM sudah tercium sejak lama. Namun, keputusan Presiden Jokowi ini baru dapat dilakukan pada akhir pekan kemarin.

 

Menurut dia, dampak dari kenaikan harga BBM ini akan berimbas kepada seluruh sektor. Namun sektor yang paling terkenda dampak yakni sektor ekonomi. Ia mencontohkan, akan ada kenaikan tarif angkutan umum, seperti angkot, ojek dan angkutan umum lainnya.

 

“Dampak dari kenaikan itu misalnya transportasi. Kita naik bus ya tiketnya naik, naik angkot, ojek online juga akan naik menyesuaikan, sehingga dengan biaya transportasi yang naik itu kemudian berdampak kepada banyak hal,” kata dia, Senin (05/09).

 

Dampak lainnya, lanjut dia, yakni kenaikan dari bahan logistik. Ia memperkirakan perekonomian pada semester kedua akan melambat dibandingkan semester pertama akibat kenaikan harga BBM.

 

“Dari kenaikan-kenaikan itu pasti akan memicu inflasi. Nah kalau inflasi tinggi itu secara teori bisa dipastikan daya beli akan lemah. Kalau daya beli masyarakat lemah, tabungan tidak ada, akhirnya pertumbuhan ekonomi juga akan turun,” bebernya.

 

Baca: 2 Tahun Berdiri, MPP Pandeglang Punya 1.173 Pelayanan Publik

 

Baca: Baznas Targetkan Pengumpulan Zakat Pandeglang Rp 2,3 Miliar

 

Ia menambahkan, satu sisi permasalahan yang lain dianggap belum selesai, yakni terkait harga kebutuhan pokok yang masih tinggi. Namun dengan adanya kenaikan BBM ini, ia mengaku khawatir risiko penolakan masyarakat akan mengganggu keharmonisan sosial.

 

“Beberapa bulan lalu kita hampir reda soal tingginya harga minyak goreng, cabai, telur, bahan-bahan pangan. Sebetulnya belum sembuh, belum sehat tapi kemudian kepanikan sosial itu mungkin sosial itu mungkin dipicu lagi oleh kenaikan harga BBM ini nah makanya banyak pengamat, banyak ilmuwan mengatakan bahwa sesungguhnya momentumnya belum pas gitu,” pungkas dia. (Mudofar)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.