OPINI: Salah Kaprah Pemkab Memaknai Program Desa Digital

Landmark Pandeglang. (pelitabanten.com)

Rizky Irwansyah, Kordiv Pendidikan dan Pelatihan Lafadz Institute Center

Editor: Mudofar

 

KRAKATAURADIO.COM, PANDEGLANG - Digitalisasi desa sudah menjadi prioritas utama dalam pembangunan nasional. Pemerintah melalui Kementerian terus mendorong percepatan digitalisasi desa bukan lagi untuk menegasikan kesenjangan teknologi antara perkotaan dan pedesaan, akan tetapi mendorong untuk adanya transformasi pelayanan yang dalam nomenklatur disebut Desa Cerdas, sesuai dengan Keputusan Menteri Desa Nomor 55 Tahun 2024.

 

Desa Cerdas merupakan program yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat desa dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Program tersebut memiliki enam pilar, yaitu Masyarakat Cerdas, Ekonomi Cerdas, Tata Kelola Cerdas, Lingkungan Cerdas, Kehidupan Cerdas, dan Mobilitas Cerdas.

 

Lahirnya Undang-Undang Nomor 62 Tahun 2024 tentang APBN Tahun 2025 yang mengatur penggunaan Dana Desa (DD), di antaranya diprioritaskan untuk pemanfaatan teknologi informasi dalam percepatan keberadaan Desa Digital. Bukti bahwa kebijakan ini merupakan rencana strategis untuk meningkatkan ekonomi desa tetapi juga sebagai upaya mengintegrasikan desa-desa dalam ekosistem digital nasional.

 

Desa Digital harusnya dipahami oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pandeglang adalah transformasi holistik. Ia melampaui sekadar ketersediaan infrastruktur jaringan internet. Lebih dari itu, melainkan merangkum berbagai aspek kehidupan masyarakat. Sejak awal harusnya pemerintah memahami konektivitas bukan lagi sesuatu yang sulit bagi masyarakat, kesulitan masyarakat ada pada aspek pemanfaatan dan literasi digital, dan jantung dari digitalisasi adalah pemahaman literasi.

 

Mengapa jantungnya ada pada literasi? Transformasi menjadi kata kunci yang tidak hanya merujuk pada pengadopsian teknologi termutakhir, melainkan juga mencerminkan perubahan mendasar dalam cara berpikir dan bekerja.

 

Ketidakmampuan Pemkab Pandeglang yang dipimpin oleh Bupati dan Wakil Bupati Dewi Setiani-Iing Andri Supriadi menerjemakan "Desa Digital" hal yang salah kaprah.

 

Kacaunya lagi, kebutuhan digitalisasi yang sudah terasa sejak pandemi Covid-19, sehingga pemerintah pusat menjadikan program Desa Digital sebagai prioritas di APBN 2025  diimplementasikan oleh Pemerintah daerah (Pemda) untuk pemangkasan langsung tanpa rencana pembangunan yang jelas, sebanyak Rp 60 juta oleh Pemkab Pandeglang untuk pemasangan wifi berbayar jenis voucher di setiap desa.

 

Alih alih membangun infrastruktur koneksi yang berkualitas dan murah mendorong smart city, desa melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dipaksa berjualan dengan voucher yang ditunjuk langsung oleh Pemda. Jadi perlu publik ketahui, implementasi dari UU Nomor 62 Tahun 2024 tentang APBN Tahun 2025 yang mengatur penggunaan DD, di antaranya diprioritaskan untuk pemanfaatan teknologi informasi dalam percepatan keberadaan Desa Digital pemerintah Pandeglang menunjuk langsung perusahaan Internet Service Provider (ISP) PT.BGS untuk pemasangan infrastruktur jaringan internet di seluruh desa di Pandeglang, tanpa terkecuali.

 

Disaat Pemda lain ingin memberikan fasilitas internet gratis bagi warganya, namun Pandeglang malah menjual dan lebih mahal harganya. Mau heran juga gimana kan.

 

Persoalan penunjukan langsung PT. BGS untuk pembangunan infrastruktur jaringan internet dan tanpa persetujuan dari kepala desa, jelas harus dievaluasi secara bersama-sama.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.