Suara Pengungsi: di Huntara Kami Bisa Pulang

Suasana posko pengungsi korban tsunami Selat Sunda di salah satu tenda milik BNPB yang ada di Desa Labuan, Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandeglang. Foto diambil Selasa (09/04/2019).
KRAKATAURADIO.COM, LABUAN - Para korban tsunami Selat Sunda yang saat ini tinggal di posko pengungsi Majelis Ta'lim Al-Ikhlas, Kampung Karabohong, Desa Labuan, Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandeglang, mengaku ingin segera dipindahkan ke Hunian Sementara (Huntara). Menurut para korban, mereka ingin segera pulang.

Di posko pengungsi Majelis Ta'lim Al-Ikhlas, terdapat 98 Kepala Keluarga (KK) dengan total 384 jiwa. Mereka menempati 3 tempat, satu di aula Majelis Ta'lim dan dua di tenda besar milik Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).


Salah satu pengungsi, Kaliri yang ditemui di dalam tenda, Selasa (09/04) pagi mengatakan, ingin segera menempati huntara yang saat ini masih dibangun oleh pemerintah. Sebab, kata dia, ia ingin segera memiliki tempat tinggal yang dapat diisi bersama keluarganya.

“Mau dibilang kerasan ya kerasan betah ya gak betah ya gimana ya, pulang kemana coba, haha, mau pulang kemana saya. Sudah dinaungi disini juga sudah alhamdulillah apalagi dipimpin dengan walaupun aparat beliau pun bermasyarakat seperti pak Taher (angoota Koramil Labuan), pak Camat, Babinsa,” ujar warga asal kampung Nelayan, Desa Teluk ini.

Yang dibutuhkan para pengungsi, tambah dia, adalah tempat tinggal yang layak dan memberikan anaknya pendidikan yang baik. Karena menurut dia, pendidikan anak-anaknya merupakan kepentingan utama.

“Yang kami butuhkan hanya itu, terutama kan kepentingan anak sekolah, uang saku kan harus. Dalam arti kata walaupun kami hancur rumah tapi kan pendidikan anak-anak kami gak boleh hancur,” imbuh pria yang dulunya merupakan seorang pemulung ini.


Apalagi sebagian besar para pengungsi, kata dia, tidak mempunyai pekerjaan alias menganggur sejak diterjang bencana tsunami. Untuk menanggulangi hal tersebut, ia terpaksa menjual bantuan yang diterima dari para donatur.

“Dikasih-kasih aja gitu, seperti kita dapat sembako. Kalau beras kan kalau gak dijual kan buluk gitu kan, mie dijual seperti itu-itu aja. Lah sekarang udah gak ada sembako apa yang mau dijual,” ungkapnya.

Untuk itulah para korban yang saat ini mengungsi ingin segera menempati Huntara dengan harapan dapat hidup mandiri.

“Kalaupun sudah di huntara kami bisa sudah bisa bebas usaha, dalam arti kata kami bisa pulang, walaupun huntara kami punya hak untuk meninggali. Kalau disini yuk pulang, mau pulang kemana kita,” tutur dia.


Hal hampir sama disampaikan pengungsi lainnya, Maryati. Menurut dia, pindah ke Huntara merupakan opsi yang terbaik bagi para pengungsi lantaran mau pulang kerumah, sudah rata dengan tanah.

“Kerasan kerasanin aja namanya mau pulang gak punya buat pulang, gak ada tempat. Rumahnya kan rata dengan tanah, mau harus gimana lagi kita, mau ngontrak gak punya uang,” ujar dia.

Maryati pun mengaku ingin segera pindah ke Huntara dengan alasan ingin punya tempat tinggal yang layak. Selain itu, ia ingin memulai usahanya dulu, yaitu membuka usaha makanan.

“Ia biar kita bisa usaha, jadi kan kalau dirumah sendiri walaupun rumah sementara ada buat naro apa-apa. Kalau disini kita naro apa-apa gak bisa, namanya banyak orang,” ujar ibu dari dua anak tersebut.

Untuk diketahui, pembangunan Huntara di Labuan belum rampung. Dari rencana awal ditargetkan rampung pada 5 April, namun sampai saat ini belum juga selesai.


Camat Labuan, Atep Purnama menyebut, progres pembangunan Huntara yang terletak di Kampung Citanggok, Desa Teluk, Kecamatan Labuan baru rampung sebanyak 63 unit dari rencana 122 unit yang akan dibangun.

“Insha Allah besok (Rabu,red) yang 63 udah konfirmasi dengan PLN akan dipasang listrik. Mohon maaf juga dari kami sebagai pemerintah. Kita berusaha keras untuk Huntara ini segera dibangun tapi apapun juga pekerjaan harus sesuai dengan anggaran dan ketentuan yang ada,” ungkap Camat saat ditemui dilokasi Huntara. (Mudofar)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.